Keluarga Korban Kecelakaan Tetap Tuntut Rp1,5 Miliar

Sabtu, 15 Maret 2014

SENTANI - Mediasi antara pihak keluarga korban dengan keluarga pelaku yang mengalami kebuntuan saat dilaksanakan di Satlantas Polres Jayapura, akhirnya Kapolres Jayapura, AKBP Sondang Siagian, S.Ik.,  turun  tangan melakukan pertemuan dengan pihak keluarga korban kecelakaan lalu lintas (Lakalantas), yakni Kotoran Kogoya (29) di Kampung Sereh, Kabupaten Jayapura, Kamis (13/3) kemarin pagi.
Kapolres Jayapura, AKBP Sondang Siagian, S.Ik., mengatakan, pertemuan ini dilakukan dalam rangka mencari solusi dan titik terang terkait dengan terlindasnya korban tersebut.
“Tadi (kemarin) telah kita lakukan pertemuan dari dua kelompok, yakni kelompok bermarga Kogoya dan kelompok bermarga Tabuni maupun Wenda. Di mana, sebenarnya mereka ini masih satu keluarga. Akan tetapi, dalam proses perjalanan mediasi terjadi perselisihan diantara mereka karena ada isu-isu atau informasi-informasi yang salah didengar yang memicu ketidakpuasan dari kelompok Kogoya, sehingga mendatangi kepala suku Eli Bagros Tabuni,” jelasnya.
Dikatakan Kapolres Sondang demikian sapaan akrabnya, bahwa dari permasalahan itu akhirnya dari pihaknya memediasikan untuk dilakukan pembicaraan agar kedua kelompok itu tidak terjadi keributan.

“Ya, sekarang ini ada dua masalah. Pertama, masalah karena perselisihan antara dua kelompok itu dan kedua adalah masalah kasus terlindasnya korban. Nah, kita fokus tadi (kemarin) yang itu, yakni penyelesaian agar tidak adanya konflik vertikal antara kedua kelompok tersebut yang sama-sama saling mencurigai,” jelasnya lagi panjang lebar.Dikatakannya, bahwa pertemuan itu di Kampung yang juga dihadiri Wakil Bupati Jayapura dan pihak tokoh agama untuk menjadi mediator.“Kita mediasikan di Kampung Sereh, dan saya juga minta Wakil Bupati Jayapura dan tokoh agama diwakili pak Petrus sebagai mediatornya untuk menyelesaikan masalah. Yang mana, dari kedua kelompok juga saling ketemu dan mereka langsung mencurahkan segala informasi-informasi yang didapat hingga membuat keributan diantara mereka sendiri,” imbuhnya.Dalam pembicaraan adat itu, Kapolres Sondang menjelaskan, akhirnya dua kelompok itu sudah bisa saling mengerti bahwa isu-isu atau informasi-informasi itu tidak benar mengenai siapa yang akan menyelesaikan masalah dan pihak siapa yang menghalang-halangi untuk penyelesaian masalah terlindasnya korban.“Di mana, dalam pertemuan itu mereka bersepakat untuk berdamai dan juga mengakhiri keributan diantara mereka. Sementara permasalahan terlindasnya korban tetap kita tangani dan penyelesaian akan diulang kembali. Jadi, besok (hari ini) ada mediasi ulang dari pihak keluarga sopir dengan keluarga korban yang diwakili kelompok Tabuni, Kogoya serta Wenda. Sehingga diantara mereka tidak lagi rasa curiga dan semuanya sudah satu suara,” ungkapnya.Lanjutnya, kalau soal tuntutan dari keluarga korban itu tetap sebesar Rp1,5 miliar, tapi tentunya akan dibicarakan melihat dari pada kemampuan pihak keluarga pelaku. “Sementara kasusnya kita tetap tangani dan pelaku juga sudah kami amankan untuk proses hukum. Nah, mediasi itu nantinya sebagai lampiran sebagai pertimbangan hakim untuk bisa meringankan hukuman pelaku,” ujarnya. (mir/don/l03)
Continue Reading | komentar

DUA HARI KONFLIK MONI-DANI, 63 ORANG TERLUKA, 2 ORANG TEWAS

Continue Reading | komentar

AHRC LUNCURKAN LAPORAN KEJAHATAN GENOSIDA DI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA (OPERASI MILITER 77-78)

Rabu, 12 Maret 2014

Helikopter Iroquois yang disebut-sebut disediakan oleh Australia dan terlibat dalam aksi pembunuhan masal di Pegunungan Tengah Papua, tahun 1977-1978 (http://www.museumofflight.org)
Jayapura, 23/10 (Jubi) – Asia Human Right Commission (AHRC) akan meluncurkan laporan berjudul Genosida yang terabaikan : Pelanggaran HAM terhadap Rakyat Papua di Pegunungan Tengah, 1977 -1978.

Laporan yang merupakan hasil riset selama lebih dari tiga tahun ini akan diluncurkan besok (Kamis, 24 Oktober 2013). Laporan ini merinci pembunuhan massal dengan berondongan tembakan udara dan pemboman di sekitar Lembah Baliem pada tahun 1977. Laporan ini sendiri, sebelumnya sudah diperkenalkan dalam pertemuan konslutasi Papua di kantor Dewan Gereja Dunia di Geneva dan juga dalam satu side event di Room XXII, Sekretariat PBB, Palais des Nations, Geneva pada bulan September lalu.
Answer Styannes dari AHRC, kepada Jubi (23/10) mengatakan ribuan orang di Papua Barat mengingat kejadian yang telah diuraikan dalam laporan itu. Dalam satu insiden yang dikisahkan oleh para saksi mata, selain pemboman udara dan penembakan membabi buta yang melibatkan pesawat tempur Amerika, saksi korban menceritakan “kekejaman yang tak terkatakan” yang dilakukan tentara Indonesia dalam operasi di pegunungan tengah itu. Di antara kekejaman tersebut antara lain warga yang di sayat dengan pisau cukur, dipaksa makan kotoran tentara, dilemparkan ke dalam sumur, ditenggelamkan, dikubur, dibakar dan direbus hidup-hidup. Tak hanya itu, banyak perempuan yang diperkosa, payudara mereka dipotong  dan organ internal mereka ditarik keluar. Bahkan penis dari korban yang tewas dipotong dan dijejalkan ke dalam mulut mereka. Saksi mata lainnya juga menyebutkan banyak bayi dan anak-anak yang ditembak, dipenggal dan dibakar sampai mati.
Penelitian yang akan dirilis ini, lanjut Answer menjadi salah satu episode paling kejam dalam sejarah Papua Barat. Laporan ini juga mengklaim bahwa dua helikopter disediakan oleh pemerintah Australia dalam operasi militer di tahun 1970 dan terlibat dalam pengeboman yang terjadi di Pegunungan Tengah tahun 1977.
“Dua helikopter Iroquois dipasok oleh Australia berada di antara pesawat yang digunakan oleh komando militer daerah di Papua Barat dalam operasi di Pegunungan Tengah pada tahun 1977 dan 1978 yang menewaskan ribuan warga sipil.” kata Answer.
Laporan ini dikumpulkan dari wawancara saksi korban yang selamat dari operasi militer di 15 kelompok masyarakat yang terkena dampak dan informasi dari catatan sejarah, untuk mengkompilasi sebuah daftar dari nama-nama 4146 korban yang diidentifikasikan sebagai korban pembunuhan.
“Laporan ini konsisten dengan perkiraan korban yang tewas dalam operasi 1977-1978 yang berjumlah antara 5000 dan hingga puluhan ribu.” ujar Answer.
Direktur Kebijakan dan Program AHRC, Basil Fernando menyebutkan “pola kekerasan massal” yang terjadi ini merupakan kejahatan genosida, dimana korban tewas mencapai 5000 hingga puluhan ribu.
“Yang paling mengejutkan adalah bahwa selama bertahun-tahun hampir tidak pernah ada penyelidikan terkait kasus pembunuhan massal ini, dan isu-isu politik  tetap tidak terselesaikan,” lanjut Fernando.
AHRC, menurut Fernando menyerukan permintaan maaf, ganti rugi dan proses dialog dari pemerintah Indonesia sebagai “langkah penting” menuju keadilan dan mencapai rekonsiliasi.
Pemerintah Indonesia hingga hari ini tidak pernah mengakui bahwa pembunuhan massal dan kejahatan terjadi dalam operasi militer di Pegunungan Tengah dan juga membantah pernah menggunakan napalm atau bom cluster di Papua. (Jubi/Victor Mambor)
Continue Reading | komentar

BENYAMIN LAGOWAN: HIV/AIDS DI PAPUA IBARAT PUNCAK GUNUNG ES

Ilustrasi kampanye stop AIDS (beritakendal.com)
Jayapura, 6/2 (Jubi) – Aktor dan mahasiswa kedokteran Universitas Cenderawasih, Benyamin Lagowan berpendapat, kasus penyakit Human Immuno Virus dan Human Immuno deficiency virus/ Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) di Bumi Papua, ibarat fenomena gunung es, yang terkuak hanya di permukaannya saja, sejak penyakit itu pertama terdeteksi di Merauke pada awal 90an.
Karena itu, Lagowan mengaku ragu dengan keakuratan data dinas kesehatan Prov. Papua per Triwulan Pertama, yang mengumumkan 13.374 penduduk Papua terinfeksi HIV-AIDS,
Pasalnya, angka orang yang terinfeksi HIV/AIDS itu hanya sebatas yang mampu dijangkau dalam pendataan, belum termasuk yang belum terdata, ini terlihat pada beberapa Kabupaten yang pada laporan kasusnya tidak ada alias nol.
Kebenaran akan data nol itu, baginya menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat, dia mencontohkan Kabupaten Asmat,Sarmi,Waropen yang dilaporkan tidak memilki data kasus penyakit yang meretas kekebalan tubuh manusia itu.
Sementara di Kabupaten Lani Jaya dan Puncak Jaya dan lainnya, jumlah kasusnya tidak sampai mencapai angka duapuluh.
“Apakah data itu benar-benar hasil pendataan dan pemeriksaan yang merata, atau hanya berdasarkan orang yang datang memeriksakan diri. Kalau seperti itu, maka tidak bisa dibantahkan bahwa fenomena gunung es untuk dua penyakit ini masih tetap kokoh,” tulisnya kepada tabloidJubi.com melalui surat eletronik, Kamis, (6/2).
Bintang film “Cinta dari Wamena” ini mengingatkan, kasus HIV-AIDS di Papua lebih dari data yang ada.
Sampai pada titik ini, katanya, data kasus HIV-AIDS yang terungkap hanya puncaknya saja, sedang bagian bawahnya belumlah diketahui karena masih belum terdata alias masih tersembunyi bagaikan bagian dasar es di laut.
Menurutnya, Pemerintah tidak boleh lagi berpaling dari fakta bahwa Papua menduduki peringkat pertama untuk HIV/AIDS pada 2013 kemarin.
Namun agaknya, kata Lagowan, hal ini belum ditanggapi dengan serius oleh para pemangku jabatan di negeri Bangsa Papua ini.
Selain gaya hidup yang ditandai dengan gonta-ganti pasangan, penyakit ini juga dapat menular melalui transfusi darah/ donor darah, atau air susu ibu kepada bayi serta penggunaan jarum suntik bekas pakai.
Namun menurutnya, hal- hal sederhana ini, justru tidak pernah mendapat perhatian serius sehingga kasus ini terus meningkat.
Pada kesempatan terpisah, direktur Yayasan Suara Perempuan Papua, menilai pemerintah tidak memanfaatkan anggaran dengan baik, untuk menekan lajunya virus yang mengancam eksistensi manusia ini.
“Kita dengar anggarannya banyak yang masuk, tetapi kasusnya terus meningkat,”ujarnya kepada media ini.
Menurut dia, kinerja Komisi Penanggulangan HIV AIDS, mulai tingkat provinsi hingga kabupaten tidak maksimal. “Kalau kerjanya hanya sosial yang sifatnya seremonial sangat tidak berdampak,”tukasnya.
Kalau mau, saran pria gimbal ini, pemerintah harus mengubah pola penanggulanganya. Bisa dimulai dengan hal sederhana seperti aksi turun kampung.
Continue Reading | komentar

PENGREBEKAN MARKAS OPM ADA REKAYASA

Jumat, 28 Februari 2014

JAYAPURA –Penggerebekan terhadap anggota OPM di Kampung Sasawa, Kabupaten Kepulauan Yapen tangggal 1 Februari lalu hingga menangkap sebanyak 10 orang dan salah satu dari kelompok mereka tewas tertembak, diduga ada rekayasa.Hanya saja, rekayasa dalam aksi penggerebekan itu belum diketahui motifnya seperti apa dan apakah ada oknum dibalik layar, sehingga membuat situasi tidak kondusif.Adanya dugaan rekayasa ini diungkapkan anggota DPRP Ir. Wenand Watory kepada wartawan, kemarin di DPRP.
“Informasi yang saya dapat bahwa kejadian tidak signifikan, tapi ini juga perlu ditelusuri oleh pihak keamanan apakah ini betul prosesnya itu murni atau kah ada gerakan oleh rakyat atau memang ini sebuah rekayasa karena saya banyak dengar cerita saat turun di daerah itu lebih banyak rekayasa,” kata 
Menurutnya, rekayasa dalam penembakan yang terjadi di Kepulauan Yapen motifnya hingga saat ini belum diketahui dan secara pribadi, pihaknya tidak masuk akal karena gerakan yang dilakukan oleh kelompok tersebut masuk ke Kota, apalagi daerah itu merupakan pulau yang sangat kecil. “Serui itu merupakan pulau kecil tidak mungkin orang melakukan gerakan lalu sampai di tengah Kota itu menurut saya tidak masuk akal atas peristiwa yang terjadi lalu,” tuturnya.

Untuk itu, diharapkan kepada Pemerintah dan juga kepada pihak keamanan menyelesaikan persoalan yang terjadi di Kepulauan Yapen agar jangan rakyat dikorbankan terus. “Jangan rekayasa membuat situasi tidak kondusif, sebab sekarang ini pelajar tidak sekolah padahal sudah dekat ujian, mulai dari SD maupun SMP,” katanya 
Hal seperti ini, menurut dia, masyarakat tidak bisa leluasa untuk melakukan aktivitas, terutama bertani, sehingga ekonomi kerakyatan di daerah itu sangat  terganggu. “Ini harus diselesaikan oleh pihak keamanan dan harus jujur dengan kejadian ini. Jangan terus bermain-main di belakang layar lalu menciptakan suasana yang mengorbankan masyarakat dan tidak etis kalau saya menceriterakan semua ini,” katanya.
Dikatakan, kedatangan di wilayahnya yang merupakan wilayah pembangunan Dapil II sengaja datang untuk merekam situasi yang terjadi disana, dan masyarakat mengeluh karena mereka kebanyakan menyampaikan bahwa peristiwa itu merupakan rekayasa. Nah, siapa yang merekaya itu merupakan tugas kepolisian untuk mengungkap hal ini,” katanya.
Untuk dirinya mengklaim bahwa, pihaknya akan melakukan pengawasan di daerah itu tetapi yang lebih teknis adalah aparat kepolisian untuk mendeteksi siapa dibalik layar itu. “Siapapun dia harus ditegaskan supaya situasi tidak dipelihara karena hal ini bisa mengganggu pesta demokrasi,” ujarnya. (Loy/don/L03)
Continue Reading | komentar

Sport

Entertainment slider

 photo anigif_zpsb793f8d3.gif

Like





Diberdayakan oleh Blogger.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Maskolis | Johny Portal | Johny Magazine | Johny News | Johny Demosite
Copyright © 2011. KOTEKA PUTRA - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger